KH Hisyam

Dikenal sejak awal berdirinya sebagai organisasi Islam yang melakukan perlawanan kepada penjajah melalui gerakkan al Ma’un, dengan cara berlomba-lomba dalam kebaikan (Fastabikhul Khoirot)peran Muhammadiyah mampu menjadi pesaing utama Belanda dalam bidang pelayanan masyarakat. Baik di bidang pendidikan, kesehatan dan sosial.

Teologi al Ma’un yang diajarkan oleh KH Ahmad Dahlan berhasil dipatri dengan kokoh di sanubari murid atau santrinya, diantaranya adalah Hisyam yang kelak akan memimpin Muhammadiyah. Sebagai implementasi atas apa yang diajarkannya, KH Ahmad Dahlan pada tahun 1911 mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyahsebagai sekolah yang diisi oleh para pribumi. Dalam kesejarahannya, lembaga pendidikan yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan ini berubah menjadi Kweekschool Muhammadiyah setelah ia berkunjung ke Kweekschool Katholik di Muntilan.

Metode perlawanan yang dilakukan oleh Dahlan direplikasi oleh muridnya, KH Hisyam. Ketika  KH Hisyam menjabat sebagai Ketua Bagian Sekolah dalam Pengurus Besar (PB) Muhammadiyah terjadi percepatan persebaran pembangunan dan perbaikan kurikulum pada lembaga pendidikan yang dimiliki oleh Muhammadiyah. Percepatan tersebut sebagai perlawanan Muhammadiyah terhadap dominasi lembaga pendidikan yang didirikan oleh Belanda. Diantaranya adalah dengan membuka Sekolah Dasar Tiga Tahun (Volkschool atau Sekolah Desa), sekolahan tersebut setara dengan Volkschool Gubernemen.

Setelah itu, dibuka pula Vervolgschool Muhammadiyah sebagai lanjutannya. Dengan demikian, maka bermunculan Volkschool dan Vervolgschool Muhammadiyah di Indonesia, terutama di Jawa. Ketika pemerintah kolonial Belanda membuka Standaardschool, yaitu sekolah dasar enam tahun, Muhammadiyah pun mendirikan sekolah yang semacam dengan itu. Bahkan, Muhammadiyah juga mendirikan Hollands Inlandsche School Met de Qur’an Muhammadiyah untuk menyamai usaha masyarakat Katolik yang telah mendirikan Hollands Inlandsche School Met de Bijbel.

Berkat keuletannya, pada tahun 1923 Muhammadiyah sudah memiliki 103 Volkschool, dan 47 Standarschool, 69 Hollandsch-Inlandsche School (HIS). Sebagai upaya pencerdasan Bangsa, sekolah-sekolah di Muhammadiyah juga diterapkan pemakaian Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Karena keberhasilannya dalam menyebarkan dan mengelola lembaga Pendidikan Muhammadiyah, KH Hisyam mendapat penghargaan dari Belanda berupa Bintang Jasa Ridder Orde van Oranje Nassau. Sosok yang terkenal dengan ketertiban organisasi ini kemudian terpilih menjadi Pemimpin Muhammadiyah pada Kongres ke-23 Muhammadiyah pada tahun 1923 di Yogyakarta, berlanjut pada Kongres ke-24 di Banjarmasin, dan pada tahun 1936 dalam Kongres ke-25 Ia terpilih lagi. Lelaki kelahiran Kampung Kauman, Yogyakarta pada 10 November 1883 kemudian menghembuskan nafas terakhirnya pada 20 Mei 1945 dengan meninggalkan jejak sejarah yang tidak mungkin dilupakan penerusnya berupa lembaga pendidikan yang menjadi cikal bakal lembaga-lembaga pendidikan sekarang ini. (a'n)

[Sumber: www.muhammadiyah.or.id]

Post a Comment

Previous Post Next Post